Dilema Penggusuran Pedagang Kaki Lima

Demo PKLDimana ada keramaian disana akan muncul peluang untuk mencari nafkah bagi para pedagang. Apapun yang dipasarkan pasti bisa laku terjual, mulai dari barang bekas hingga barang baru yang dipalsukan ataupun barang-barang hasil curian yang bisa didapat dengan sangat mudah dan murah. Sejak awal, munculnya pedagang kaki lima memang sudah sangat mengganggu arus lalu lintas, kebersihan dan pemandangan kota di Surabaya. Bagaimana tidak? Mereka mengambil seluruh area pejalan kaki dan semua tempat yang bisa didirikan sebagai lapak. Dampaknya adalah kesemerawutan disana-sini



Pemda/Pemkot selalu saja mengalami keterlambatan dalam menangani kasus pedagang kaki lima yang sudah menjamur dimana-mana. Tidak ada satupun tindakan pemerintah daerah untuk mencegah sejak dini menjamurnya pedagang kaki lima di Surabaya. Pemerintah daerah baru bertindak setelah terjadi akibat dari menjamurnya para pedagang kaki lima tersebut. Penanggulangan yang dilakukan oleh Pemkot tidak dibarengi dengan solusi nyata bagi mereka (pedagang kaki lima), akibatnya adalah setiap dilakukannya penertiban pedagang kaki lima selalu saja terjadi tindakan-tindakan kekerasan (represif), baik itu dari pihak aparat maupun pedagang kaki lima.

Kondisi dilematis ini nampaknya akan selalu terjadi jika tidak dicari akar permasalahannya. Tingginya urbanisasi yang terjadi setiap tahunnya merupakan salah satu faktor yang mendukung bertambahnya populasi di wilayah Surabaya. Persaingan hidup yang cukup ketat, menyebabkan mereka (urban) yang tidak mempunyai bekal dan kemampuan yang cukup akan tersingkir dari persaingan hidup di Surabaya. Dampak lebih lanjutnya adalah, mereka (urban) akan melakukan hal apapun untuk dapat bertahan hidup di Surabaya ini, mulai dari menjadi pedagang, pengamen, pengemis, gelandangan bahkan menjadi perampok. Hal ini tentunya akan menciptakan masalah-masalah baru dan sangat berperan dalam menambah ruwetnya kondisi Kota Pahlawan ini.

Dalam hal menanggulangi masalah urbanisasi dan menjamurnya para pedagang kaki lima di wilayah Surabaya ini, semestinya pemerintah kota bekerjasama dengan Pemda harus melakukan tindakan pencegahan (preventive action) dan melakukan seleksi sejak dini bagi para pendatang baru yang tidak layak untuk tinggal di wilayah Surabaya. Program kembali ke desa yang pernah dilaksanakan oleh mantan gubernur jawa timur Basofi Sudirman merupakan salah cara untuk mengurangi arus urbanisasi. Kalu dulu bisa kenapa sekarang tidak? Barangkali persoalan PKL menjadi 'kewajiban' tersendiri bagi calon walikota Surabaya kedepan.