Walikota Ideal Untuk Surabaya

Obral JanjiPemilihan walikota Surabaya baru akan dilaksanakan pada pertengahan tahun 2010. Namun bursa calon dan hal-hal yang berbau kampanye mulai terasa dalam beberapa bulan terakhir. Hal tersebut terlihat dari banyaknya baliho-baliho besar dan spanduk-spanduk calon kandidat walikota dan wawalikota yang terpampang di beberapa papan reklame di sudut-sudut jalan Kota Surabaya serta lobi-lobi politik yang banayk dilakukan kandidat pada partai-partai yang mempunyai suara signifikan pada pileg dan pilpres yang lalu.


Sekedar mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa, hari raya atau mendukung club sepak bola Persebaya, para kandidat calon walikota ini berupaya mensosialisasikan diri kepada masyarakat Surabaya serta membentuk citra positif sebagai modal awal membangun kepercayaan masyarakat.

Sebagai langkah awal, hal tersebut mungkin wajar-wajar saja. Namun perlu diingat, Kota Surabaya merupakan kota Metropolitan terbesar kedua di Indonesia. Kota dengan segudang permasalahan yang kompleks dan diperlukan solusi-solusi penyelesaian yang cerdas dan komprehensif untuk mengatasinya tanpa harus mengorbankan pihak manapun.

Pada dasarnya persoalan-persolan yang muncul di kota-kota besar di Indonesia seperti Surabaya adalah persoalan-persolan yang sudah lama ada. Namun seiring dengan pergantian kepemimpinan persoalan-persoalan tersebut masih saja menjadi momok yang merusak citra Surabaya sebagai kota Metropolitan. Untuk itu dalam pilwali mendatang diharapkan akan muncul calon yang memang benar-benar mampu mengorganisasi dan melihat situasi, menginventarisasi masalah, dan merumuskan banyak alternatif solusi. Bukan calon-calon yang hanya mempunyai kepentingan sendiri dan golongannya.

Permasalahan yang mendera kota Surabaya memang sangat kompleks. Namun ada beberapa hal yang perlu dijadikan prioritas bagi walikota terpilih nanti. Pertama, pemberdayaan masyarakat melingkupi bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Selama ini bidang-bidang tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang. Masih banyaknya anak-anak di bawah umur yang berjualan Koran di perempatan jalan pada jam sekolah dan yang paling memprihatinkan adalah masih adanya balita di Surabaya dengan kondisi gizi buruk.
Kedua, Reformasi birokrasi. Akuntabilitas dan profesionalisme pegawai dalam pelayanan public seringkali menjadi bahan kritik yang sangat tajam bagi para birokrat. Termasuk masih belum seimbangnya jumlah pegawai dan proporsi kerja.

Ketiga, kelestarian lingkungan. Sebagai kota besar Surabaya mempunyai banyak persoalan lingkungan, limbah pabrik dan sampah rumah tangga yang mencemari sungai membuat cadangan air bersih berkurang. Belum lagi banyaknya kendaraan bermotor dan limbah udara pabrik-pabrik sekitar Kota yang menjadikan kualitas udara menurun drastis sehingga dikhawatirkan akan menggangu kesehatan warga kota.

Keempat, Tata Ruang Kota. Penggunaan lahan kosong untuk dijadikan pemukiman liar seringkali dibiarkan begitu saja oleh pemkot, baru setelah terjadi gejala-gejala tidak normal Pemkot melakukan penggusuran yang justru menimbulkan masalah baru. Termasuk alih fungsi lahan yang sering dilakukan oleh para pemodal.

Calon walikota Surabaya harus menyusun Visi-Misinya sesuai dengan kondisi aktual dan realitas yang terjadi di masyarakat. Sehingga masyarakat yakin akan program kerja calon walikota yang secara otomatis akan menekan pemilih yang golput.

Pengalaman pemilu atau pilkada di beberapa daerah di Indonesia, angka golput selalu saja menjadi “pemenang” pemilu atau pilkada. Bukan tidak mungkin pilwali Kota Surabaya mendatang akan terjadi hal yang sama jika para kandiat calon hanya focus pada usaha menyosialisasikan figure tanpa memeperkenalkan ide-ide brilian dan agenda yang kongkrit untuk kebaikan dan kemajuan kota Surabaya.